Hukum Pinjam Uang di Bank atau Fintech Boleh atau Tidak? Berikut Menurut Pendapat Ulama

jendelahati.net – Hutang piutang telah diatur dalam hukum Islam dengan sempurna. Sejatinya, dalam hukum Islam juga tidak ada larangan terhadap utang dan bisa dilakukan secara sah apabila memenuhi rukun dan syarat. Baik peminjaman dan yang meminjamkan diperbolehkan melakukan transaksi hutang piutang asal tidak riba atau meminta tambahan barang atau uang di kesepakatan. Karena dalam hukum Islam, hutang piutang pada hakikatnya dilakukan atas dasar kebaikan untuk saling tolong menolong sesama manusia. 

Lalu, bagaimana dengan hukum pinjam uang di Bank atau Fintech yang terkadang membebankan bunga kepada peminjam menurut pendapat ulama? Apakah kegiatan tersebut diperbolehkan atau dilarang sesuai ajaran hukum Islam yang tidak memperbolehkan adanya riba dalam transaksi hutang piutang?

Hukum Hutang Piutang dalam Islam Menurut Pendapat Ulama

Pinjam-meminjam sudah dipraktikan sejak zaman Rasulullah, dan kini telah menjadi kebiasaan masyarakat. Kegiatan pinjam-meminjam ini biasanya melibatkan uang, barang, tanah, maupun barang berharga lainnya. Hingga kini, praktek hutang piutang terus mengalami perkembangan. Salah satu buktinya ditunjukkan dengan kehadiran sejumlah koperasi simpan pinjam ataupun lembaga keuangan yang didirikan khusus untuk mengurusi usaha tersebut. 

Seperti industri perbankan yang memberikan tawaran menguntungkan kepada nasabah berupa pinjaman uang melalui divisi perkreditan. Hal ini sebenarnya sudah diarahkan atau diberikan petunjuk langsung dari Rasulullah. Namun ternyata saat ini beberapa kalangan masyarakat menyamakan berhutang dengan aktivitas meminjam.

hukum pinjam uang di fintech

Kedua hukum tersebut menurut Islam saling terkait pada beberapa hal. Yakni adanya pengalihan hak milik atas harta yang bisa dikatakan hampir mirip dengan praktik jual beli yang disebut dengan qardh. Karena adanya pengembalian harta dalam qardh, transaksi tersebut diperbolehkan kalangan ulama.

Menurut hadis riwayat Ibnu Majah, Rasulullah pernah mengatakan:

“ Bukan seorang Muslim (mereka) yang meminjamkan Muslim (lainnya) dua kali, kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah”. 

Surah Al-Hadid ayat 11 dalam Al-quran juga menerangkan:

“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah akan melipat gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya. Dan, dia akan memperoleh pahala yang banyak”. 

Dari hadis dan salah satu ayat dalam Al-quran tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hukum meminjam sesuatu harus berlandaskan ijma. Menurut pandangan ulama, manusia pada hakikatnya tidak bisa tidak membutuhkan bantuan sesama umat, salah satunya dibuktikan dengan kesepakatan tersebut. Sesuai yang sangat dibutuhkan tetapi tidak dimiliki bisa didapatkan dengan cara meminjam. Ulama mazhab juga telah menaruh perhatiannya pada ketentuan transaksi peminjaman ini. 

Beberapa barang yang bisa dipinjam menurut Mazhab Hanafi adalah yang memiliki nilai kesepadanan, dimana nilai dari barang tersebut tidak memiliki perbedaan yang terlampau jauh. Barang-barang yang bisa dipinjam berdasarkan pandangan Mazhab Hanafi adalah biji-bijian karena merupakan barang yang bisa diukur atau ditimbang. Contoh lainnya adalah bahan dan kain, telur dan kelapa. 

Baca Juga : 5 Aplikasi Pinjaman Online Resmi dan Terdaftar OJK

Sementara hutang piutang menurut pandangan Mazhab Hambali, Syafi’i dan Maliki memperbolehkan melakukan kegiatan tersebut apabila hartanya memiliki nilai jua beli seperti makanan, binatang, emas dan perak. Merujuk pada pendapat yang dikeluarkan oleh Abu Hanifah dimana yang bersangkutan dengan hak kepemilikan telah beraku melalui penyerahan. 

Selama harta tidak berkurang atau bertambah, baik tidak atau memiliki kesepadanan maka kegiatan pinjam meminjam diperbolehkan. Pengembalian harta yang dihutangkan menurut pandangan Imam Hanbali juga harus bisa ditimbang dan ditakar. Apabila tidak bisa keduanya, maka ada dua cara mengembalikan yaitu atas dasar kesamaan sifat. 

Para ulama sepakat bahwa transaksi pinjam meminjam atau hutang piutang tidak dilarang alias diperbolehkan asal menjauhi praktek riba. Hukum Islam mengharamkan praktek riba, dan selama transaksi yang dilakukan tidak atas tujuan dan unsur tersebut berarti tidak ada masalah. 

Hukum riba dalam hutang piutang juga sangat ditekankan dalam ajaran Islam kepada seluruh umat muslim yang hendak melakukan pinjaman di bank konvensional atau perusahaan financial technology (fintech). Hutang atau pinjaman yang dilakukan menjadi haram hukumnya apabila bank konvensional maupun fintech yang bersangkutan menerapkan sistem bunga yang mengandung unsur riba. 

Namun, ada beberapa catatan yang menjadi toleransi terkait hukum pinjam uang di lembaga keuangan atau fintech seperti Tunaiku misalnya, yang menerapkan sistem bunga tersebut. Seperti berikut ini.

  • Tidak mempunyai pilihan atau alternatif lainnya.
  • Hanya dipakai sampai kebutuhan terpenuhi
  • Dipakai untuk kebutuhan mendesak.

Berdasarkan hukum pinjam uang tersebut, mungkin pinjaman berbasis syariah bisa menjadi pilihan terbaik bagi umat muslim yang sangat menghindari riba. Pinjaman berbasis syariah tentu saja sudah memiliki sistem yang disesuaikan berdasarkan hukum Islam sehingga dapat dipastikan bebas dari unsur dan praktek riba. 

Saat ini, telah banyak pinjaman berbasis syariah yang diberikan oleh lembaga seperti bank maupun fintech yang beroperasi di Indonesia, sehingga dapat membantu umat muslim yang membutuhkannya. Jadi, kesimpulannya adalah ulama memperbolehkan transaksi pinjam uang dengan syarat seperti yang sudah disampaikan di atas. Sekian.