Tahlilan merupakan salah satu tradisi yaitu berkumpulnya warga untuk membacakan doa, biasanya tradisi ini dilakukan saat ada warga atau anggota keluarga yang telah meninggal dunia dan bisa juga untuk memperingati hari meninggalnya seseorang. Tradisi tahlilan ini merupakan ciri khas dari tradisi Indonesia. Pada umumnya acara kumpul-kumpul ini akan diisi dengan membacakan beberapa surat, seperti ayat kursi, surat al-mu’awwidzatain, al ikhlas, tasbih, tahlil, sholawat hingga istighfar. Urutan bacaan juga biasanya telah ditentukan. Namun, jika ada beberapa bacaan lain, perbedaannya tidak akan terlalu jauh.
Sejarah Singkat Tahlilan
Mengetahui lebih dalam tentang fenomena ini, rasanya kurang puas jika hanya melihat secara garis besar saja, apakah tradisi tersebut boleh atau tidak dilakukan. Apalagi dengan logika sederhana jika tradisi tersebut tidak pernah ada pada masa Nabi Muhammad SAW, lalu akan mendapatkan sanksi sebagai salah satu bid’ah yang haram ataupun ajaran sesat. Kemudian dihakimi dengan dalil-dalil yang diartikan secara tekstual jika ada beberapa hal yang baru merupakan bid’ah dan semua bid’ah adalah ajaran yang sesat yang akan membawa kedalam neraka.
Oleh karena itu, untuk memastikan pendapat menolak tradisi tahlilan ini, maka diharuskan untuk mengasosiasikannya dengan tradisi yang lain, salah satunya yaitu tradisi kenduri yang ada di dalam agama Hindu. Dengan sedikit membedakan, jika pada tradisi tahlilan yang berisikan bacaan-bacaan ayat Al-Qur’an dan juga kalimat thayyibah, maka jika di Hindu disamakan dengan memberi puji-pujian kepada para dewa. Jika semua kegiatan tradisi yang tidak ada pada masa Nabi Muhammad SAW harus dikenakan sanksi karena dianggap sebagai bid’ah yang sesat dan tidak boleh diikuti, maka Islam hanya akan berisi tradisi kuno, sebab semua hal baru wajib untuk disingkirkan. Padahal seperti yang kita tahu jika kehidupan manusia selalu berhubungan dengan tradisi. Karena tradisi akan selalu berkembang dan juga mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan di masyarakat dan juga budaya.
Fakta Menarik Tahlilan
Dan faktanya, Islam tidak akan mengubah semua budaya serta tradisi yang telah berkembang di masyarakat Indonesia. Hanya tradisi dan budaya yang tidak benar saja yang akan dimusnahkan oleh Islam. Untuk itu, para ulama juga telah membuat kaidah fiqhiyyah yaitu “al-âdat al-muhakkamah mâ lam tukhâlif al-syar’a”. Ada banyak contoh tradisi baru yang lahir, yang pada zaman Nabi Muhammad SAW tidak ada. Mulai dari tradisi asli yang muncul di masyarakat islam maupun tradisi yang tidak termasuk dalam Islam, namun sudah diislamkan atau mengalami Islamisasi. Misalnya seperti, Musabaqah Tilawat Al-Qur’an atau yang biasa dikenal dengan MTQ, yang telah menjadi tradisi di beberapa negara Muslim. Tentunya fenomena tersebut tidak ada pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Contoh lainnya seperti, pada beberapa daerah yang ada di negara-negara muslim sudah berkembang bermacam-macam tradisi yang berbeda-beda yang sudah menjadi bagian dari khazanah tradisi Islam, seperti tradisi silaturahmi idul fitri, menyambut Ramadhan, ataupun saat i’tikaf di masjid pada sepuluh hari terakhir di bulan suci Ramadhan yang biasanya setiap daerah mempunyai caranya masing-masing untuk peringatan tersebut.
Nah, bagaimana dengan tradisi tahlilan? Masyarakat Indonesia sebelum kedatangan Islam sudah mengenal tradisi berbela sungkawa kepada tetangga mereka yang telah kehilangan anggota keluarganya. Mungkin juga saat mereka berkumpul akan membacakan sebuah mantra sebagai doa. Pada saat itu para wali juga tidak langsung memusnahkan tradisi tersebut, karena di dalam ajaran Islam tradisi ini sama seperti ajaran ta’ziyah atau berbela sungkawa kepada orang yang sedang kesusahan.
Oleh karena itu, tradisi berkumpul ini tetap dipelihara hingga saat ini, namun hanya isinya saja yang dirubah. Misalnya, bacaan untuk memuji para dewa diganti dengan bacaan dari ayat-ayat suci al-Qur’an dan juga kalimat thayyibah. Selanjutnya dipilihlah nama yang tepat untuk tradisi tersebut yaitu Tahlilan. Sebutan Tahlilan tidak dibuat secara tidak sengaja. Kata tahlilamn sendiri diambil dari kata tahlil yang berarti bacaan kalimat tauhid yaitu “laa ilaaha illallah”. Bacaan tersebutlah yang menjadi salah satu yang terpilih untuk gunakan sebagai nama dari tradisi yang menjadi Tahlilan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa tauhid telah menjadi ruh dalam tradisi ini. Kalimat tauhid yang berada di al-Qur’an disebut dengan kalimat sawa` yang juga menjadi inti sari tradisi tahlilan ini. Para da’i yang telah menyebarkan agama Islam ke seluruh Indonesia ini memang sudah sangat tepat dan juga bersikap bijak untuk menyikapi tradisi yang sudah berkembang sebelumnya di masyarakat. Karena tidak semua tradisi yang telah ada bisa dihapuskan. Namun, ada beberapa tradisi yang sudah diubah untuk dijadikan sebagai media dakwah, seperti wayang.
Nah, demikianlah sejarah lahirnya tradisi Tahlilan yang ada di Indonesia ini yang perlu kamu ketahui.