Ramadhan Di Tengah Pandemi

jendelahati.net – Puasa Ramadhan yang jatuh pada tanggal 24 April 2020 berbeda rasanya dengan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya. Ya, karena tahun ini Ramadhan datang bersama corona yang membuat semua aktivitas yang khusus dilakukan di bulan Ramadhan terpaksa ditiadakan atau diubah cara pelaksanaannya.

Di Indonesia, tiadanya shalat tarawih berjamaah di masjid-masjid menjadi kesedihan tersendiri bagi umat muslim. Masjid yang biasanya hidup selama 24 jam di bulan Ramadhan, kini hanya diisi oleh beberapa orang untuk mengumandangkan azan dan mengaji. Pemuda yang meramaikan masjid dengan tilawah terpaksa melakukannya sendiri di rumah. Kekhasan lain seperti ngabuburit atau sahur bersama yang biasa disebut sahur on the road  ditiadakan dan harus dilupakan sejalan dilarangnya kegiatan berkumpul di luar rumah.

Juga aktivitas membagikan makanan berbuka yang selalu dinanti-nanti oleh kaum dhuafa diubah caranya yaitu dilakukan dengan pemberian langsung ke orang-orang yang ditemui. Tidak lagi menggunakan titik kumpul pembagian seperti biasanya. Pengiriman bantuan ke panti yatim pun tidak semasif tahun lalu. Lebih kepada seremonial tanpa melibatkan anak-anak yatim dalam berbagi kebahagiaan menyambut Ramadhan. Mudik? Sudah pasti ditiadakan. Untuk mencegah penyebaran lebih luas lagi ke daerah-daerah dengan sistem kesehatan yang kurang memadai.

Bagaimana dengan muslim di luar negeri dalam melaksanakan puasa di tengah pandemi? Berikut beberapa kisah puasa muslim di masa pandemi:

  1. Arab Saudi

Sebagai kiblat umat muslim, Ramadhan kali ini sungguh mengiris hati mereka yang merindukan suasana Ramadhan di tanah suci. Hanya di bulan Ramadhanlah kepadatan manusia di musim haji bisa disamai. Namun tahun ini, tidak ada lagi shalat tarawih dengan jamaah yang padat di pelataran kabah. Tidak ada lagi rebutan memberi makan berbuka kepada jamaah. Juga tidak ada lagi kekhusyukan melakukan tahajud di malam-malam Ramadhan di depan kabah dan beritikaf dengan membaca al quran.

ramadhan di arab saudi selama pandemi

Kaum muslim di Saudi harus bersabar dan terpaksa melakukan ritual shalat tarawih dan berbuka puasa di rumah hanya bersama keluarga. Warga Saudi dilarang keluar rumah selama Ramadhan karena melonjaknya kasus pandemi. Dan shalat tarawih di depan kabah dibatasi jumlahnya dan tidak ada masyarakat umum yang hadir sebagai jamaah. Sumbangan iftar diberikan langsung ke rumah-rumah penduduk untuk menghindari kontak. Usaha-usaha ini membuahkan hasil dengan jumlah kasus yang terus bisa ditekan penyebarannya di Saudi.

Baca Juga : Anjuran Berhemat di Dalam Islam

  1. Jepang

Muslim Jepang pun merasakan perbedaan berpuasa di masa Corona. Dengan durasi puasa mencapai 15 jam, mereka menghabiskannya di dalam rumah tanpa boleh berkegiatan seperti umumnya bulan puasa di tahun lalu. Masjid ditutup dari shalat tarawih dan tidak ada kegiatan pembagian makan malam untuk jamaah. Sehingga setiap rumah mengadakan shalat tarawih dengan anggota keluarganya saja untuk mencegah penyebaran virus ini.

Dengan protokol ketat, kaum muslim Jepang juga mendukung usaha pemerintah dalam menanggulangi penyebaran virus yang menutup masjid-masjid yang ada di Jepang. Meski tingkat penyebaran tidak semasif negara lain, namun Jepang tidak akan mengambil resiko banyaknya warga yang tertular. Dan kaum muslim memahami ini sebagai bentuk perlindungan negara kepada warga negaranya.

  1. Amerika Serikat

Bagi muslim Amerika Serikat waktu Ramadhan merupakan saat di mana mereka semua bisa berkumpul dan saling bertemu. Aktivitas yang padat dan lokasi yang jauh dari masjid, membuat kaum muslim tidak bisa bertemu di komunitas masjid masing-masing. Ramadhan menjadi momen di mana sebulan penuh mereka bisa meluangkan waktu untuk bertemu dan berkumpul bersama-sama melaksanakan shalat tarawih dan makan malam.

ramadhan di amerika serikat selama pandemi

Namun, demi menaati peraturan pemerintah dan mencegah penularan lebih banyak, masjid-masjid ditutup dan komunitas muslim tidak dapat melakukan shalat tarawih berjamaah. Mereka disarankan untuk shalat tarawih di rumah masing-masing dan menghindari kontak dengan orang yang bukan anggota keluarga. Tidak ada lagi acara pembagian makan malam atau makanan berbuka yang sudah biasa dilakukan oleh komunitas muslim.

Akhirnya muncul ide untuk berbuka puasa secara online. Saling menyapa pada saat berbuka dan bertukar kabar. Namun tetap saja hal ini tidak dapat menggantikan hangatnya sentuhan dan pelukan ketika bertemu secara langsung. Dan sebagai negara yang memiliki tingkat penularan dan korban tertinggi di dunia, kaum muslim sangat mendukung usaha pemerintah sehingga tetap berada dan beribadah di dalam rumah.

Begitu banyak hal yang mengubah wajah Ramadhan di musim pandemi corona. Namun hakikat Ramadhan sebagai bulan penyucian diri untuk meningkatkan ketakwaan tidak akan berubah hanya karena tidak bisa berkumpul dan berbagi makanan secara langsung. Ibadah shalat tarawih dan membaca al quran masih bisa tetap bisa dilakukan di rumah meskipun hanya seorang diri. Sehingga di akhir Ramadhan yang sendu ini, setiap muslim masih bisa tetap meraih kemenangan dan bergembira seperti halnya Idulfitri di tahun-tahun sebelumnya.