Tidak bisa dipungkiri jika manusia merupakan sosok yang diselimuti dengan berbagai jenis kebutuhan hidup. Dengan berbagai kebutuhan dan juga perjalanan hidup yang naik turun, menjadikan kita sebagai manusia membutuhkan bantuan dengan sosok lain. Berkaitan dengan kebutuhan hidup, gengsi sudah menjadi salah satu hal yang banyak diperjuangkan. Alhasil banyak yang berusaha susah payah hanya untuk memenuhi gengsi dalam hidupnya, dibandingkan memilih untuk hidup yang lebih sederhana.
Kebiasaan seperti inilah yang pada akhirnya memberikan masalah, dimana pemasukan tidak sebanding dengan pengeluaran. Seperti kata pepatah menjadi besar pasak dibandingkan tiang. Hanya demi mengikuti gengsi, akhirnya banyak yang terjebak dengan hutang. Hutang menjadi pilihan karena mereka bisa mendapatkan sesuatu secara lebih cepat.
Hutang boleh saja dilakukan, hanya saja, di dalam Islam terdapat adab hutang piutang yang harus dipahami. Ini penting supaya tidak terjebak dalam jumlah hutang yang akhirnya hanya merugikan diri sendiri.
Bagaimana Islam Memandang Hutang Piutang?
Di dalam dunia Islam, hutang piutang merupakan satu hal yang boleh dilakukan. Tetapi sebagai salah satu pedoman hidup, Islam memberikan tata cara berhutang dengan panduan yang lebih sistematis. Ada istilah al-Qardh yang penting dipahami ketika melakukan hutang piutang. Istilah tersebut memiliki arti memotong.
Jika dipandang sesuai dengan ketentuan syar’i bisa dikenal sebagai langkah untuk memberikan harta atas dasar kasih sayang kepada siapa saja yang memang membutuhkan bantuan dan supaya bisa dimanfaatkan dengan sungguh-sungguh. Hingga hal tersebut harus dikembalikan sesuai dengan kesepakatan kepada orang yang sudah memberikannya.
Lalu Bagaimana Hukum Hutang Dalam Islam?
Bukan hanya memberikan pandangan terkait dengan hutang piutang, lebih dari itu Islam juga memberikan hukum berhutang. Adapun terkait dengan hal ini, terdapat beberapa rukun yang harus sesuai, diantaranya adalah sebagai berikut:
- Terdapat pihak yang memiliki keinginan untuk berhutang
- Terdapat pihak yang mau memberikan utang
- Terdapat kesepakatan di antara kedua belah pihak
- Terdapat uang maupun barang yang dipinjamkan
Berkaitan dengan hal ini jika dipandang lebih luas lagi hutang piutang jika dilakukan dengan tepat maka mampu memberikan manfaat yang baik untuk semua pihak. Dimana pihak yang membantu akan mendapatkan pahala kemudian pihak yang dibantu merasa dimudahkan.
Lebih Lanjut Mengenai Adab Hutang Piutang dalam Islam
Tidak bisa dipungkiri terkadang ada pihak yang memang sedang mengalami kesulitan hingga akhirnya mengharuskan untuk berhutang. Hutang ini memang menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan ketika orang berada dalam kegiatan terdesak.
Dalam hal ini, Islam memperbolehkan pihak-pihak tertentu untuk melakukan kegiatan hutang piutang, Tetapi hal tersebut tidak bisa hanya dilakukan begitu saja, artinya ada adab yang memang harus dipahami oleh pihak-pihak yang akan melakukan hutang piutang. Adab tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Memang sedang terdesak
Berkaitan dengan kondisi untuk melakukan hutang, memang sebaiknya berhutang hanya dilakukan saat kondisi memang sedang terdesak. Hal ini memberikan pemahaman jangan sampai masih bisa melakukan jalan lain atau masih bisa berusaha tanpa berhutang namun tetap memilih berhutang hanya untuk memenuhi gengsi semata.
Bahkan Rasul sendiri pernah menyatakan jika hutang bisa menjadi seseorang bersedih saat malam hari dan mendapatkan hinaan saat siang hari. Bahkan Rasul juga pernah menolak untuk menyalatkan jenazah karena masih memiliki hutang.
2. Memiliki niat mengembalikan
Jika Anda merupakan pihak yang akan berhutang, milikilah niat untuk mengembalikan hutang tersebut. Jangan pernah memiliki keinginan untuk melarikan uang dari pihak yang mau membantu.
Bahkan di beberapa riwayat hadits juga disebutkan bahwasanya Allah akan memudahkan orang yang memiliki keinginan untuk membayarkan hutang. Sebaliknya, Allah juga akan membiasakan orang-orang yang menimbulkan kerugian kepada orang lain, seperti memiliki niat untuk tidak membayarkan hutang tersebut.
3. Ada perjanjian dan saksi
Berkaitan dengan hal ini Al-Quran juga sudah memberikan pedoman, dimana ketika seseorang melakukan kegiatan muamalah namun tidak dilakukan secara tunai, hendaknya ada perjanjian atau tulisan yang mengatur transaksi tersebut. Ini penting supaya antara kedua belah pihak saling mengingat jumlah masing-masing hutangnya.
4. Pihak peminjam dilarang mengambil keuntungan
Tidak berhenti sampai disitu saja, bahkan Islam juga mengatur dimana pihak peminjam tidak diperbolehkan mengambil keuntungan dari uang yang dipinjamkannya. Ini dikarenakan tujuan awalnya adalah memberikan pertolongan, bukan hanya mencari keuntungan.
Selain itu, jika pihak peminjam mengalami kesulitan, sebaiknya pihak pemberi pinjaman juga berkenan untuk memberikan keringanan.
5. Melunasi hutang sesegera mungkin
Berkaitan dengan hal ini, jika Anda sebagai pihak peminjam dan sudah mampu mengembalikan pinjaman, sebaiknya segera kembalikan pinjaman tersebut sesegera mungkin. Jangan pernah memiliki niat untuk menunda pembayaran bahkan niat untuk tidak melunasi hutang. Penting untuk memiliki prinsip jika sudah dibantu hendaknya tidak memiliki niat untuk menyusahkan saudaranya.